I.
Psikoanalisis
Psikoanalisis merupakan mazhab yang memandang manusia secara pesimistik
(negativistik) yang menekankan pada alam bawah sadar, mimpi, dan masa lalu
serta pemenuhan terhadap insting-insting. Kepribadian individu terjadi karena
adanya pengaruh dari kejadian-kejadian masa lalu ketika berada pada usia 0-5
tahun pertama serta faktor genetik, dan jika pada tahap tersebut mengalami
hambatan maka individu akan mengalami gangguan dalam penyesuaian pada tahap
perkembangan selanjutnya. Dengan kata lain, jika masa lalunya baik maka
individu akan mampu dalam menjalankan tugas-tugas perkembangan selanjutnya.
Perilaku manusia dipengaruhi oleh alam bawah sadar yang terdiri dari id, ego,
dan superego. Apabila terjadi konflik antara ketiga interaksi maka akan timbul
kecemasan. Dalam mengatasi kecemasan, seseorang akan menggunakan defence
mechanisme. Akan tetapi bila terlalu berlebihan dalam menggunakan defence
mechanism maka akan menjadi kebiasaan yang akan menimbulkan gangguan
kepribadian. Oleh karena itu psikoanalisis memberikan terapi untuk mengatasi
gangguan kepribadian dengan mengeluarkan masalah yang ada dalam ketidaksadaran
menuju ke alam sadar dengan analisis mimpi, tranferensi, asosiasi bebas dan katarsis.
Psikoanalisis dari pandangan behaviorisme
Ø Psikoanalisis tidak melihat pengaruh lingkungan terhadap pembentukan
kepribadian. Sedangkan manusia tidak bisa lepas dari pengaruh lingkungan yang
menjadi sarana modeling individu.
Ø Perilaku manusia tidak hanya berdasarkan insting akan tetapi karena
proses belajar dari lingkungannya.
Ø Pandangan psikoanalisis tidak bisa dibuktikan secara ilmiah melalui
penelitian dan validitasnya kurang (tes grafis yang validitasnya hanya berkisar
0,5-0,6).
Ø Gangguan kepribadian tidak hanya dipengaruhi oleh trauma masa lalu akan
tetapi karena proses belajar yang salah dan lingkungan yang tidak mendukung.
Ø Dalam mengatasi gangguan kepribadian tidak bisa dengan menggunakan
terapi yang telah disampaikan Freud akan
tetapi dengan mengubah lingkungan dan pola pikir individu.
Psikoanalisis dari pandangan humanistik
Ø Psikoanalisis tidak melihat potensi yang ada dalam diri manusia.
Ø Psikoanalisis memandang manusia
sebagai korban dari trauma masa lalu. Sedangkan manusia itu dipengaruhi oleh
apa yang terjadi saat ini dan harapan
yang akan datang.
Ø Gangguan kepribadian tidak hanya disebabkan oleh trauma masa lalu
melainkan kesenjangan antara harapan yang terlalu tinggi dengan kenyataan
(inkongruensi)
Ø Manusia tidak hanya memenuhi dorongan-dorongan insting akan tetapi juga
berusaha untuk memenuhi dorongan aktualiasasi diri.
Ø Psikoanalisis memandang manusia dari sisi yang sakit yaitu melihat bahwa
manusia hanya sekedar memenuhi dorongan-dorongan, terutama dorongan seksual.
Padahal manusia juga mempunyai sisi positif yang bisa menentukan pilihan dalam
hidupnya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
II.
Behaviorisme
Behaviorisme merupakan mazhab psikologi
yang memandang manusia seperti mesin, dimana perilaku merupakan hasil dari
stimulus. Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh lingkungan yaitu melalui
proses belajar dan pembiasaan, jika terjadi kesalahan dalam proses belajar akan
menimbulkan gangguan kejiwaan. Hasil terapi dari gangguan kejiwaan sangat
terlihat dan dapat dibuktikan validitas dan realibilitasnya. Selain itu
terdapat ganjaran dan hukuman yang dapat membuat perilaku yang diinginkan
muncul ataupun dilemahkan.
Behaviorisme dari pandangan psikoanalisis
Ø Behaviorisme memandang pembentukan kepribadian hanya berdasar lingkungan
semata, tanpa memperhatikan faktor genetik dan kesadaran seorang individu.
Hanya beranggapan bahwa perilaku adalah hasil dari proses belajar.
Ø Gangguan kepribadian tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan, namun juga
dipengaruhi oleh kondisi psikis.
Ø Behaviorisme tidak bisa menerangkan gangguan mental, selalu melihat pada
peristiwa eksternal saja.
Behaviorisme dari pandangan humanistik
Ø Behaviorisme tidak melihat potensi yang ada pada diri manusia.
Ø Mazhab behaviorisme memperlakukan manusia sama seperti mesin (tidak
memanusiakan manusia).
Ø Melihat manusia merespons secara pasif, hanya berperilaku sesuai
stimulus yang diterima.
Ø Behaviorisme tidak melihat motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu
atau untuk menggapai cita-cita (memenuhi dorongan) namun melihat apa yang
dilakukan hanya sekedar karena keadaan lingkungan yang terjadi dan menjadi
kebiasaan saja.
III.
Humanistik
Mazhab humanistik memandang manusia dari
kejadian yang terjadi saat ini dan masa yang akan datang serta melihat manusia
secara optimistik yaitu individu mempunyai potensi yang ada dalam dirinya untuk
mencapai hidup yang lebih baik. Individu merespons secara aktif dalam arti
memikirkan apakah yang dilakukan itu dapat membantu dalam mengaktualisasikan
dirinya. Mazhab ini memperlakukan manusia secara manusiawi, seperti
memperlakukan manusia dengan rasa hormat (tidak egois, tidak posesif). Manusia
berbeda dari yang lain (unik), memiliki kesadaran diri dalam berhubungan dengan
orang lain. Humanistik membicarakan tentang konsep diri dan diri ideal, jika
kedua hal tersebut bersenjangan maka akan terjadi inkongruensi yang akan
menimbulkan gangguan kejiwaan. Terapi yang dilakukan apabila gangguan ini
terjadi salah satunya yaitu terapi yang terpusat pada klien.
Humanistik dari pandangan psikoanalisis
Ø Kepribadian seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan saat ini dan
harapan mendatang, namun juga dipengaruhi oleh masa lalu.
Ø Humanistic tidak memandang bahwa manusia juga mempunyai sisi negative
dalam hidupnya. Akan tetpai hanya melihat seseorang dengan positif atau bahkan
terlalu positif. Memandang manusia hanya memiliki nilai-nilai positif.
Humanistik dari pandangan behaviorisme
Ø Terapi tidak hanya terpaku pada klien, namun lingkungan juga berpengaruh
pada kesembuhan klien.
Ø Apabila tidak ada motivasi dalam diri individu maka ia tidak dapat
mencapai potensinya. Hal ini juga membuktikan bahwa lingkungan mempunyai
pengaruh dalam memotivasi individu.
Ø Teori ini tidak bisa diuji secara ilmiah. Seperti halnya behavioris yang
teorinya bisa dibuktikan dengan mudah melalui eksperimen, dan hasilnya bisa
terlihat.
Ø Teori ini tidak bisa digeneralisasikan. Dalam arti teori ini terlalu bersifat individualis, tanpa melihat
persamaan dalam diri manusia dalam merespon suatu stimulus yang sama. Sebagai
contoh: saat guru bertanya kepada siswanya, siswa tersebut pasti akan merespon
dengan hal yang sama antara individu satu dengan yang lain, yaitu dengan
mengangkat tangan mereka.
Referensi
King, Laura A. Psikologi umum : Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta : Salemba
Humanika. 2012
Mahmud H. Psikologi Pendidikan. Bandung : CV Pustaka Setia. 2010
thanks blog nya sangat bermanfaat
BalasHapusMy blog